Kisah Ritno Kurniawan: Terpesona Keindahan Air Terjun Nyarai Menginspirasinya untuk Melestarikan Alam
Sebagai warga Indonesia, kita patut merasa bangga. Karena Indonesia memiliki kawasan hutan tropis terluas di dunia. Keberadaan hutan yang ada di Indonesia ini memiliki peran yang sangat vital. Tidak hanya sebagai bagian dari ekosistem global, tetapi juga bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Hutan-hutan tersebut menyediakan berbagai sumber daya seperti, kayu, buah-buahan, getah, hingga berbagai tanaman obat tradisional. Tapi sayang, banyak masyarakat yang tahunya hanya memanfaatkan hasil hutan tanpa mau ikut melestarikan dan menjaganya. Tengok saja, bagaimana pembalakan hutan masih marak terjadi.
Pembalakan Hutan Gamaran Mendatangkan Perasaan Sedih di Hati Ritno Kurniawan
Hutan Gamaran adalah salah satu contoh hutan yang sebelumnya masih sering dimasuki oleh para penebang kayu liar. Padahal, hutan ini termasuk salah satu hutan lindung yang lokasinya masih berada di lingkup Cagar Alam Bukit Barisan I, di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Menurut cerita Ritno Kurniawan, seorang pemuda setempat yang lulus dari Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta, Hutan Gamaran merupakan salah satu sumber mata pencaharian warga yang tinggal di sekitar hutan tersebut. Untuk menghasilkan uang, warga masih sering menebang antara 10 hingga 15 batang kayu setiap harinya.
Pembalakan liar di Hutan Gamaran oleh warga di kampung halamannya telah menjadi profesi turun temurun dan dilakukan oleh sebagian besar warga.
Kegiatan ini sudah pasti menyebabkan deforestasi berkelanjutan yang dampaknya akan sangat negatif terhadap kelanjutan hayati maupun mata pencaharian warga yang tinggal di sekitar hutan.
Pasalnya, selain menyebabkan deforestasi, penebangan pohon yang menyebabkan hutan menjadi gundul juga menyebabkan lahan pertanian maupun perumahan warga yang tinggal di sekitar hutan lah yang akan merasakan dampaknya.
Hal itulah yang membuat Ritno Kurniawan berpikir bagaimana caranya mengajak warga agar tidak lagi menggunduli hutan. Hingga suatu hari, ketika ia memutuskan untuk menikmati indahnya air terjun Nyarai yang ada di hutan tersebut.
Terpesona Oleh Keindahan Air Terjun Nyarai Memantik Ide Mendirikan Ekowisata
Kawasan Hutan Gamaran di Padang Pariaman memang dikenal sebagai salah satu hutan dengan pesona yang menarik. Di hutan ini, terdapat banyak flora dan fauna serta tempat-tempat yang indah untuk dinikmati.
Salah satunya adalah air terjun Nyarai yang memiliki lubuk yang terbentuk secara alami akibat pusaran air yang menggerus batu selama ratusan atau bahkan mungkin ribuan tahun hingga membentuk kolam (lubuk).
Pemandangan di sekitar air terjun sangat indah dengan bebatuan yang mengelilingi lubuk. Air di tempat ini sangat jernih dan digunakan untuk mandi ataupun berenang. Kehadiran ikan-ikan, turut membuat keindahan air terjun ini semakin mempesona.
Menyaksikan keindahan air terjun tersebut, terbersit ide di benak Ritno Kurniawan untuk menjadikan air terjun tersebut sebagai destinasi wisata. Salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, terutama bagi warga yang sehari-harinya bekerja sebagai penebang pohon di hutan.
Setelah membulatkan tekad, Ritno pun langsung bergegas menyampaikan gagasannya tersebut kepada tokoh adat setempat dan menyetujui ide tersebut.
Akan tetapi, ide ini tidak serta merta diterima oleh warga yang aktif mencari kayu di hutan. Karena aliran air dari air terjun tersebut mereka gunakan untuk memindahkan gelondongan kayu. Mereka khawatir, jika area tersebut diubah menjadi kawasan wisata, aktivitas wisata akan menghilangkan mata pencaharian mereka.
Tidak hanya mendapatkan penentangan dari sekelompok warga, penolakan juga datang dari orang-orang terdekat yang menginginkan Ritno untuk mencari pekerjaan lain.
Namun tekad Ritno sudah bulat. Ia ingin membuktikan bahwa idenya tersebut akan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat. Sehingga, masyarakat bisa tetap memiliki penghasilan tanpa harus menebang kayu di hutan.
Membangun Ekowisata Nyarai
Setelah menyelesaikan berbagai permasalahan secara musyawarah dan kekeluargaan, Ritno bersama warga mulai membangun sarana dan prasarana wisata air terjun pada 2013.
Tantangan utamanya adalah bagaimana caranya membuat akses menuju air terjun yang mudah ditempuh. Karena selama ini, jalan yang dilalui untuk bisa sampai ke air terjun tersebut sangat menantang dan sulit dilewati.
Untuk bisa sampai di air terjun, biasanya dibutuhkan waktu tracking sekitar 3 jam. Namun setelah jalurnya diperbaiki, waktu tempuh kini hanya tinggal 1 jam.
Untuk mendatangkan wisatawan, Ritno mempromosikan objek wisata Air Terjun Nyarai melalui sosial media, dan mengundang teman-temannya untuk datang menikmati tempat wisata tersebut.
Lama-kelamaan, objek wisata Air Terjun Nyarai yang berlokasi di Hutan Gamaran semakin dikenal, hingga popularitasnya menanjak drastis. Hanya dalam kurun waktu 1 tahun, objek wisata ini menjadi buah bibir.
Bulan maret 2014 adalah salah satu momen yang paling dikenang oleh Ritno. Karena pada saat itu, pengunjung yang datang sudah mencapai 9 ribuan orang.
Setiap pengunjung yang datang berwisata akan dikenakan tarif masuk sebesar Rp20.000 per orang. Selain menyaksikan dan mandi di air terjun, wisatawan juga bisa berkemah. Jika ingin menyewa camping ground untuk berkemah, para wisatawan hanya perlu membayar Rp 40.000 per orang.
Ramainya jumlah kunjungan ke objek wisata Air Terjun ini mampu menghasilkan pendapatan kotor hingga Rp 50 juta per hari. Uang yang terkumpul kemudian digunakan untuk perawatan dan peningkatan sarana prasarana seperti toilet, jembatan, dan untuk merapikan jalur menuju air terjun. Sisanya akan dibagikan kepada pengelola, rescue team, petugas pemandu dan penjaga posko keamanan, serta suku-suku yang mendiami sekitar hutan.
Mereka yang terlibat sebagian besarnya adalah mantan penebang pohon. Kini, mereka tidak lagi menebang pohon di hutan untuk dijual karena sudah mendapatkan penghasilan dari kegiatan memandu wisatawan atau kegiatan lain yang berkaitan dengan objek wisata air terjun tersebut.
Penghasilan mereka sebagai pemandu wisata jauh lebih besar dibandingkan dengan penghasilan mereka saat menjual kayu hasil menebang di hutan. Jika dulu mereka hanya bisa menghasilkan Rp150.000 per minggu, kini dengan menjadi pemandu wisata mereka bisa menghasilkan antara 50 – 80 ribu rupiah per hari.
Selain menawarkan keelokan air terjun sebagai objek wisata utama, Ritno juga menawarkan berbagai paket wisata yang menarik seperti,
- Mengamati burung kuau raja (Argusianus argus) yang merupakan salah satu burung langka dan terkenal akan keindahan bulunya
- Menangkap ikan asli Lubuk Larangan. Namun kegiatan ini hanya dimaksudkan untuk mencari sensasinya saja. Karena ikan-ikan yang tertangkap nantinya akan dirilis kembali ke habitatnya
Kini setelah objek wisata air terjun Nyarai rutin dikunjungi oleh wisatawan, warga sekitar pun mulai merasakan dampak positifnya. Ada yang menjajakan souvenir, ada yang membuka usaha warung makan, biro perjalanan, hingga penginapan.
Selain memiliki dampak yang positif bagi masyarakat, ide cemerlang dan kerja keras Ritno Kurniawan turut menyelamatkan hutan dari kerusakan dan degradasi.
Penghargaan SATU Indonesia Award dari Astra
Upaya pelestarian dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan yang dilakukan oleh Ritno untuk menjaga keseimbangan alam ini tidak hanya mendapatkan dukungan dan penghargaan dari pemerintah daerah setempat, tapi juga mendapatkan apresiasi dari Astra Group.
Atas usahanya melestarikan dan mengelola hutan yang berkelanjutan serta keberlangsungan kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan, Ritno dianggap pantas menerima penghargaan SATU Indonesia Award pada 2017.
Posting Komentar untuk "Kisah Ritno Kurniawan: Terpesona Keindahan Air Terjun Nyarai Menginspirasinya untuk Melestarikan Alam"