Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenapa Kita Sering Kehilangan Fokus Saat Bekerja?

 Pernah nggak, kamu lagi niat banget kerja, udah pasang playlist lo-fi, duduk manis, buka laptop, terus… ponsel bergetar. Notifikasi WA keluarga muncul, ada yang nanya “besok mau masak apa,” atau komentar Instagram baru masuk, atau grup komplek lagi ribut soal harga cabai yang naik.

Kamu pikir, “sebentar aja, kok,” terus buka. Habis itu balik kerja lagi, tapi rasanya otak masih ketinggalan di notifikasi tadi. Kayak badan udah duduk, tapi pikiran masih muter-muter di tempat lain.

Nah, itu namanya attention residue, alias sisa-sisa perhatian dari tugas sebelumnya yang nempel kayak jejak minyak di tutup wadah bekal. Udah dicuci pun kadang masih terasa licin.

seorang pria kebingungan menentukan prioritas
Kebingungan karena banyaknya tugas

Peneliti Sophie Leroy pernah jelasin, kalau kita buru-buru pindah dari satu tugas ke tugas lain, apalagi kalau tugas sebelumnya belum “tuntas secara emosional,” otak kita tuh nggak langsung move on.

Dia masih nunduk ke belakang, nyari-nyari sisa drama yang tadi. Makanya fokus gampang pecah, produktivitas nyungsep, dan kita berasa kayak WiFi pas hujan deras, lemot dan sering putus nyambung.

Kenapa Ini Tambah Ngeselin di Indonesia 2025

Jujur aja, hidup di Indonesia tuh emang penuh “tabrakan” tugas. Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, otak kita udah diajak multitasking.

Kerja remote, tapi di belakang ada suara anak minta cemilan. Di warung, sambil nunggu nasi, kita balas chat sambil dengar berita politik.

Di rumah, ruang kerja kadang cuma sepojok meja yang juga tempat naruh charger, skincare, dan panci goreng.

Setiap kali kita lompat dari satu tugas ke tugas lain, sedikit demi sedikit attention residue nempel. Lama-lama otak capek. Bukan karena kita lemah, tapi memang begitulah cara otak bekerja.

Dia bukan laptop gaming yang bisa buka belasan tab sekaligus tanpa nge-lag. Dia butuh ruang dan butuh jeda.

Makanya nggak heran kalau banyak dari kita merasa “otak berat,” mudah lupa, atau ide mentok. Itu bukan karena kurang ambisi, tapi karena jeda pikiran kita kebanyakan dipenuhi notifikasi.

Dia Bisa Jadi Musuh, Tapi Bisa Juga Jadi Teman

Menariknya, attention residue nggak selalu jahat. Kadang dia justru bantu kita memperdalam fokus. Misalnya kamu lagi ngerjain satu proyek penting, terus kamu istirahat.

Otakmu mungkin keliatan santai, tapi ternyata dia masih mikirin tugas tadi. Ini versi baiknya residu perhatian, yang bikin ide-ide suka muncul tiba-tiba.

Waktu mandi, waktu makan, atau waktu lagi bengong liatin kipas angin.

Intinya, kalau kita mau pindah tugas, pastikan satu pekerjaan sudah diberi perhatian penuh dulu.

Jangan setengah-setengah. Otak suka bingung kalau diperlakukan kayak remote TV yang terus digonta-ganti channel.

Dengan cara itu, residu perhatian berubah dari pengganggu jadi sekutu.

Taktik Bertahan Hidup di Dunia yang Noisynya Kayak Pasar Kaget

Bilang “fokus dulu” itu gampang, tapi praktiknya… ya kamu tahu sendiri. Maka ini beberapa trik ala keluarga urban yang hidupnya penuh notifikasi tapi tetap pengen waras.

Pertama, single-tasking itu keren. Tutup tab yang nggak penting, matiin notifikasi yang bikin jantung kaget. Curi waktu dua jam untuk fokus. Dua jam itu berharga, loh.

Lalu, bikin ritual peralihan. Sebelum pindah ke tugas lain, berhenti sebentar. Minum air, tarik napas, jalan sebentar. Biar otak sempat nge-reset.

Terus, kelola info-diet. Nggak semua kabar harus dibaca saat itu juga. Kita boleh kok pilih-pilih mana info penting dan mana yang cuma bikin kepala penuh drama.

Kalau kerja dari rumah, coba tetap punya zona kerja. Walaupun kecil, tapi ruang yang rapi bantu otak paham: “Oke, ini mode kerja.”

Terakhir, pakai teknik parking lot. Kalau tiba-tiba kepikiran tagihan listrik atau ide untuk proyek lain, catat dulu. Biar otak merasa aman dan nggak nahan-nahan ingatan di belakang.

Pelan-pelan, trik-trik kecil ini bikin fokus kita nggak gampang kabur.

Gaya Hidup Baru: Fokus, Tenang, dan Jauh dari Drama Notifikasi

Di kota-kota besar, multitasking itu udah jadi gaya hidup. Semua orang kayak merasa harus sigap merespon apa pun.

Tapi kalau kita berani bilang “sebentar, saya fokus dulu,” dunia nggak akan runtuh. Malah hidup jadi lebih nyaman.

Kita nggak perlu jadi robot, apalagi superhero. Cukup jadi manusia yang tahu kapan harus bekerja, kapan harus jeda, dan kapan harus mendiamkan ponsel beberapa jam.

Karena pada akhirnya, perhatian kita itu lebih mahal dari waktu. Dan dia layak dijaga.

Semoga setelah baca ini, kepala kamu sedikit lebih ringan, fokus agak lebih jinak, dan kerjaan lebih on point. Terus kalau ponsel bunyi? Nggak papa, nanti aja. Kamu lagi sayang sama fokusmu.

Joni Pranata
Joni Pranata Seorang Sarjana Sistem Informasi di STMIK Amikom Jogjakarta. Content Writer, Youtuber, Animator, dan Blogger--sejak 2009

Posting Komentar untuk "Kenapa Kita Sering Kehilangan Fokus Saat Bekerja?"